Kaki Lima Singapura


Saat pertama berkunjung ke negeri tetangga terdekat Singapura, sementara yang terlintas di benak saya adalah kawasan belanja yang mentereng di Orchard Road. Toko-toko mewah dan hotel berbintang dengan tarif selangit berderet di jalan ini. Kawasan belanja paling prestisius tersebut tentunya menyediakan berbagai barang dengan brand ternama, tempat favorit sebagian warga negara RI untuk menghamburkan rupiah. Memang sebagian besar perputaran uang dengan berbagai transaksi lintas negara juga berjantung di Negara ini. Namun di tengah ‘kehebatan’ potret ekonomi negeri ini ternyata mereka masih memberikan ruang hidup bagi sekelompok usahawan yang bermain dalam takaran kecil dan mikro.

Apabila World Bank mendefinisikan Small Enterprise, adalah dengan kriteria : Jumlah karyawan kurang dari 30 orang, pendapatan setahun tidak melebihi US$ 3 juta dan Jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta. Sementara untuk Micro Enterprise -yang lebih kecil lagi-, dengan kriteria : Jumlah karyawan kurang dari 10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi US$ 100 ribu dan jumlah aset tidak melebihi US$ 100 ribu. Maka Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta (atau sekitar 105 miyar rupiah). Keadaan di Singapura itu tidak begitu mengherankan mengingat kedudukan dan karakteristik perekonomiannya yang unik dan didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh –mayoritas- usaha besar.

Saat berbagi ide dengan 20 pemimpin anggota APEC beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan bahwa di negaranya ada inisiatif berbagi risiko khusus yang diberikan kepada UKM yang membutuhkan kredit modal dari Bank. Dengan inisiatif ini, ada skema agar Pemerintah Singapura menanggung sebagian dari risiko usaha UKM yang seharusnya ditanggung seluruhnya oleh Bank.

Dengan tidak menafikan realitas kedigdayaan ekonomi di negeri singa tersebut, patut kita lihat betapa usaha kecil dan mikro yang langsung dikelola oleh masyarakat dan perorangan di berbagai sektor masih memperoleh tempat dan perhatian ditengah geliat raksasa-raksasa industri dan kapital dunia yang nyaris terhampar di setiap sudut negara kota ini.

Usaha jasa dan perdagangan kakilima dalam skala ekonomi kecil itu hidup dengan subur dengan segala kebersahajaannya. Mereka memang telah memiliki segmen tersendiri yang mungkin saja tak tersentuh langsung oleh para pemodal kuat. Kita masih mudah menjumpai tukang becak (trishaw) atau kedai-kedai makan dengan harga ‘kerakyatan’ yang cukup terjangkau di sentra-sentra kuliner tertentu. Pasar serba ada semacam Victoria Street Wholesale Centre dengan berbagai aroma dan suasana khas ‘pasar’ –mulai dari ikan kering hingga bubuk kopi serta aneka perabot plastik rumah tangga- yang menyembul diantara taman kota yang tertata rapi. Bagi pelancong berkantong pas-pasan serta kaum ‘backpackers’ pasti tak akan melewatkan kawasan Bugis Street dan Bugis Village. Di tempat ini tersedia bermacam produk garmen dan souvenir khas Singapura dengan harga ‘bantingan’. Bahkan batik-pun bisa kita jumpai dengan harga yang nyaris tak jauh dari harga di Pasar Beringhardjo Yogyakarta. Tiap pedagang disinipun kebanyakan menawarkan paket ekonomis ala Tanah Abang dengan harga ‘istimewa’ : 3 piece for SG $ 10. Termasuk penginapan khusus yang murah-meriah yang juga berada di kawasan ini.

Boleh jadi etos pedagang dan semangat kewirausahaan yang melekat dalam diri warga Singapura ini makin terasah oleh pergaulan dunia yang kompetitif. Atau jumlah jiwa yang relatif sedikit itu membuat cukup mudah bagi pemegang kewenangan regulasi dan penyelenggara negara untuk mengaturnya hingga menjadi sedemikian baiknya. Jadi bagi saya wajar saja pendapatan negara yang besar itu membuat PM. Lee bisa bergaji besar (bahkan lebih tinggi dari gaji Presiden AS, Obama). Dan rakyat mereka yang telah ‘dimakmurkan’ itupun pasti tak keberatan atau ambil pusing dengan penghasilan yang Rp. 19,8 milyar pertahun bagi pemimpinnya.

Lha, sementara kita..…….? ©STA 2011

Komentar

Postingan Populer