"Temen Tinemu" Sang Penata Kostum




Dalam setiap pertunjukan panggung, salah satu elemen penting yang turut menentukan apakah pementasan tersebut berjalan baik dan memberi kesan bagi penontonnya adalah kostum. Oleh karena itu kreatifitas, daya imajinasi, keterampilan mengolah bentuk dan memvisualisasikan setiap ide yang merupakan terjemahan atas keinginan sutradara pertunjukan itu akan menjadi landasan kunci bagi setiap penata kostum atau busana.

Nah, bila bicara soal tata busana dan desain konstum pertunjukan di Jogja maka salah satu rujukan yang paling sering direkomendasikan ada satu nama, Eko. Pria ini memang lebih akrab dengan panggilan singkatnya daripada nama lengkap berserta gelar akademis yang disandangnya ; Drs. Eko Purnomo. Penata busana yang sudah lebih dari dua dekade eksis dalam seni pertunjukan terutama di kawasan Jogja dan sekitarnya.

Berawal dari bagian awak pertunjukan wayang orang, Pak Eko –demikian banyak seniman panggung Jogja memanggilnya- memulai persentuhannya dengan dunia pentas dan panggung. Keterampilannya memperbaikai dan mereparasi beberapa bagian kostum dan assessoris penari wayang orang membuatnya jadi tak terpisahkan dengan sebuah grup wayang orang. Maklum, kebanyakan kostum dan asessoris tadi rata-rata sudah cukup berumur dan sering terbuat dari bahan yang tidak mudah diperoleh di pasar umum. Sehingga akan lebih ekonomis bila mereparasi dan memperbaiki yang sudah ada.

Belakangan setelah bermacam seni pertunjukan mulai marak di kota budaya itu, tuntutan kebutuhan kostum yang lebih kontemporer membuat Pak Eko harus mencoba bermain-main dengan bahan-bahan yang lebih praktis dan tersedia bebas di toko dan pasar. Koreografi-koreografi modern bemunculan, pementasan garapan-garapan dengan aneka gagasan bentuk yang unik mulai lahir lewat karya beberapa seniman panggung. Sejalan dengan ini semua, naluri kreatif Pak Eko terasah dengan sangat tajamnya. Terutama untuk menjawab kebutuhan para seniman pertunjukan tadi demi memperoleh kostum yang sesuai dengan konsep karya mereka.

Dari tangan terampilnya, bahan kayu, plastik, sterefoam, kain, lidi, benang, sampai daun-daun kering dan kaleng bekas daur ulang disulap menjadi berbagai kostum panggung yang kreatif. “Nyaris tak jauh beda dengan kostum-kostum ala filem Hollywood atau Jepang” ujar seorang seniman panggung langganannya. Dan rumah sederhana di daerah Bugisan tempat tinggalnya kini lebih mirip workshop dan studio sekaligus gudang kostum yang senantiasa ramai oleh seniman panggung hingga anak sekolahan yang butuh sewa kostum untuk event-event pementasan tertentu.

Kini selain masih setia membuat duplikasi dan mereparasi kostum wayang orang sebagaimana ‘titik nol’ karir kreatifnya, Pak Eko telah membuat ratusan –mungkin juga lebih- kostum dengan begitu banyak bentuk dan karakter. Sukses dalam produksi karya kostum inipun memperoleh sederet apresiasi dan penghargaan dengan banyaknya prestasi sebagai penata busana terbaik di berbagai festival pertunjukan, baik di tingkat local, regional hingga nasional. Tak jarang, karya busana panggung bikinannya dipesan seniman-seniman manca negara yang memang banyak berkunjung ke Jogja guna melakukan komparasi budaya.

Namun Pak Eko masih sesederhana umumnya ‘wong Jogja’ lainnya. Belum pernah terbersit untuk merambah dunia pertunjukan yang lebih gemerlap di ibukota. “Saya hanya memaksimalkan bakat yang dianugrahkan Tuhan kepada saya demi mencoba mempertahankan nilai tradisi yang diwariskan nenek moyang saya. Tentu dengan demikian urusan rejeki akan mengalir sendiri seiring kesungguhan saya tersebut” ungkap pak Eko. Dan memang untuk hal yang satu ini pepatah Jawa kuno : “Temen Tinemu” (Jika bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan apa keinginannya) menjadi relevan dalam konteks “bakat-kreatifitas-keuletan-konsistensi” sebagaimana telah dianut Pak Eko dengan penuh ketulusan selama ini. ©sonny-2011

Komentar

Postingan Populer