Bisnis Ramah Lingkungan gaya Asep Daun


Pernahkan terbayang bahwa daun pisang dapat memberi keuntungan materi dan kemakmuran bagi seorang pewirausaha ? Ya, daun pisang.. benda sederhana yang bagi sebagian besar masyarakat sering digunakan sebagai pembungkus tradisional untuk berbagai macam makanan atau bahan makanan. Teksturnya yang licin dan kedap serta cenderung tidak bersenyawa dengan bahan yang dibungkusnya, didukung dengan ketersediannya yang sangat mudah -sebagai vegetasi yang mudah tumbuh- membuat daun pisang selama berabad-abad menjadi pilihan utama yang sulit tergantikan sebagai media pembungkus.

Nun di pelosok sejarak 20 kilometeran dari ibukota Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tepatnya di desa Cihea, termasuk wilayah kecamatan Haurwangi. Seorang pria yang belum genap berusia 40 tahun telah menjadikan daun pisang sebagai komoditas utama wira usahanya. Pak Asep, pria tersebut sebelumnya mencari nafkah sebagai penjaja pisau keliling yang melanglang ke sejumlah daerah. HIngga pada suatu ketika, dengan kejelian pengamatan -saat berjualan keliling keluar masuk kampung dan pasar- serta dorongan naluri wirusahanya mendapati fakta betapa daun pisang memberi peluang usaha yang cukup menjanjikan.


Pohon pisang bukan hal sulit untuk dijumpai di kampung tempatnya tinggal, tanaman kebun dan pekarangan rumahan ini memang cukup banyak tersedia. Awal rintisan usaha belasan tahun lalu itu dimulai dari dirinya sendiri dengan dukungan keluarga dekat. Mulai dari mengumpulkan, memotong-motong setiap tangkal, membersihkan, mengikat tiap sepuluh tangkal menjadi satu tangkup ikatan sampai dengan menjualnya pada pedagang-pedagang di pasar terdekat, (kini sekitar Rp. 350,- setiap tangkalnya) semua dilakukannya sendiri dengan kesabaran dan ketekunan yang luar biasa.


Beriring waktu, tumbuhnya kepercayaan dari pedagang pasar diiringi kepuasan pelanggan yang serta-merta menjadi media promosi bagi meningkatnya permintaan atas daun pisang Pak Asep mendorongnya untuk mulai melibatkan tetangga-tetangga sekitar untuk membantunya menjadi pengumpul daun pisang. Dari seperhitungan jari penyetor daun pisang kemudian bertambah banyak sampai menjadi puluhan penyetor, menjadikan Pak Asep lantas lebih banyak berfungsi sebagai pengepul dan sekaligus pemasok daun pisang yang cukup diperhitungkan di wilayahnya.


Permintaan yang makin luas, hingga merambah ke berbagai pasar tradisional di luar Cianjur. Bahkan kini sampai Jakarta, Bekasi, Tangerang dan Bandung. Membuat pak ‘Asep Daun’ -demikian masyarakat kampung tempat tinggalnya sekarang memberinya julukan- meraup keuntungan materi dan kesuksesan buah dari kegigihan usahanya. Rumah yang berdiri megah dan cukup mewah di kampungnya, dua buah truk, satu mobil L300, dan belasan motor -sebagian besar berjenis trail, dan konon sekedar digunakannya untuk ‘touring’ keliling Cianjur yang memang masih banyak menjumpai medan ‘off-road’- , serta status sosial sebagi orang terpandang di desa Cihea merupakan bukti pencapaian yang signifikan.


Meski kini sudah banyak pembungkus buatan yang menyaingi daun pisang dan mengancam kelangsungan usahanya, Pak Asep tetap optimis dan tak gentar dengan tantangan kompetisi ini. “Selama masih ada pasar basah (tradisional), dan tanah kita masih subur (untuk) ditanam jeung pisang, mah. Saya tak perlu khawatir..”. Dan memang seyogyanya disadari bahwa dibandingkan dengan pembukus sintetis bebasis bahan kimia maka daun pisang yang organik dan akan berupa limbah mudah terurai, tetap merupakan pilihan bijak yang sehat dan selalu ramah lingkungan. Masih banyakkah wirausahawan seperti Pak ‘Asep Daun’ tadi ? Disamping sukses, sekaligus ‘sadar lingkungan’...(STA © 2009)

Komentar

Postingan Populer