Regenerasi Soto Kwali


Mengawali pagi dengan semangkuk Soto.. nikmat bukan ? Dan pagi itu di depan Pasar Klitikhan Pakuncen saya harus rela mengantri untuk memperoleh tempat untuk dapat sekadar menikmati soto di warung milik Bu Atin. Ya benar, ini demi semangkuk soto daging seharga lima ribu rupiah. Tapi justru yang selalu membuat saya merasa harus dan wajib mampir untuk merasakannya setiap ada kesempatan pulang ke Jogja.

Isi dalam semangkuk soto ini tidak banyak berbeda dengan soto lainnya, namun aroma khas kuahnya yang dimasak dengan tungku kayu bakar dalam kuali tembikar yang membuat selera saya berlipat-lipat setiap menyantapnya. Dengan kuali tembikar dari tanah liat tersebut, konon proses pematangan akan berjalan sempurna. Dan aroma unik yang timbul dari persenyawaan pembakaran tanah dengan kuah kaldu yang berbumbu soto dari aneka rempah itu yang membedakannya dengan kuah soto lain yang mungkin dimasak dengan kuali logam. Apalagi dengan mengunakan kayu bakar yang membuat bara apinya memanasi kuali secara merata serta tentunya menjaga temperatur kuah soto agar tetap panas dan sedap bila disantap.

Ketika pasar Pakuncen masih berupa pasar hewan, di awal 90-an Bu Atin memulai usahanya dengan membuka tenda sederhana yang menempati halaman rumah seseorang. Kebetulan halaman itu terletak di bagian muka pasar, sehingga lokasi di tepi jalan membuatnya sangat strategis serta mudah dicapai oleh banyak orang. Tidak cuma bagi yang berkepentingan ke pasar hewan, tapi juga anak sekolah, pegawai, sopir, kusir andong atau pejalan kaki dan pemburu kuliner lainnya. Sejak masa Pakuncen masih jadi pasar hewan, soto bu Atin sudah dikenal sebagai menu sarapan pagi favorit. Selain harganya yang murah juga rasa khasnya yang bisa membuat orang ketagihan pada soto itu.

Ketika pasar Pakuncen berubah fungsi sebagai pasar klithikan (loak dan barang bekas), maka renovasi pasar menjadi bertingkat dengan lahan yang parkir cukup luas di area depannya memaksa bu Atin harus memindahkan warung tenda miliknya ke seberang jalan. Tetapi dengan masih tetap mempertahankan keunikan rasa dan teknik memasaknya maka di tempat baru itu, justru usaha warung soto tersebut jadi makin berkembang pesat. Sekarang kita tak akan lagi menjumpai warung tenda sederhana melainkan satu bangunan warung permanen berdinding bata yang berdiri dengan cukup baik.

Bu Atin, memulai usahanya tersebut dengan dibantu anak-anaknya yang ketika itu masih pada bersekolah, dan dari sinilah proses pembelajaran kewirausahaannya ditularkan pada mereka. Mulai dari belanja bahan, meracik resep, memasak di rumah, sampai menyiapkan buka tenda, menerima serta melayani pelanggan secara langsung diajarkan dalam praktek yang nyata. Dengan sendirinya, jiwa wirausaha ini tertanam pada anak-anak bu Atin.

Kini, seiring dengan berkembangnya usaha itu, warung soto bu Atin telah mampu membuka dua cabang yang dikelola oleh anak-anaknya tadi. Satu di Jalan Suryodiningratan dan satu lagi di Jalan Parangtritis. Proses regenerasi telah terjadi, tak jauh beda dengan warung sang ibu maka warung merekapun juga sama ramainya. Dan tentu saja, dengan mempertahankan resep dan cita rasa selezat milik soto bu Atin dan (tak lupa) tetap memasang ‘label’ / brand yang sudah dan akan selalu mudah dikenali para penggemar soto bikinannya : “SOTO KWALI BU ATIN..!”

Nah, sudah ada tempat kosong buat saya.. maaf, sekarang giliran saya untuk sarapan. Sampai jumpa !! © ST Atmosentono-2010

Komentar

Postingan Populer