Bangku Sekolah Sungai Sang Petualang




Dari sorot mata yang tajam, terlihat keteguhan hati seorang petualang sejati. Kesan ini makin kuat saya tangkap begitu mendengar gagasan-gagasannya tentang bagaimana mempertahankan konsep ekologis lingkungan yang lestari, harmoni dan mengedepankan aspek kemanfaatan tanpa harus merubah atau bahkan merusaknya. Idealis yang humanis –bila tak berlebihan- yang mungkin jadi catatan kecil saya tentang seorang Iwan Firdaus.

Berjumpa pria energik ini merupakan pengalaman yang unik. Saat saya dan beberapa rekan pelaku bisnis wisata sekitar kawasan Puncak Bogor berkumpul kongkow-kongkow di sebuah kedai untuk berbincang soal rencana-rencana ‘menjual’ kewisataan Puncak pada turis, pendapat Iwan menyentak kami semua. Bagaimana tidak, bila dia justru mengkritisi kami yang menurut dia kurang peduli pada makin ‘ancur’-nya ekologi kawasan Puncak.

Sebagai provider pengelola paket wisata petualangan arung sungai, Iwan mengeluhkan bahwa banyak ‘customer’-nya yang protes terhadap kondisi kali Ciliwung dimana mereka biasa melakukan arung jeram. Beberapa diantara mereka mengadukan badannya menjadi gatal-gatal setelah berbasah-basah menikmati tantangan arung jeram. “Tingkat polusi kali Ciliwung di Puncak sudah mulai mencapai tingkat yang mengkhawatirkan bagi manusia” simpul Iwan. Kenyataan yang ada memang menunjukkan banyak pengguna bantaran Ciliwung menempatkan sungai ini sebagai ‘penampung limbah’ bahkan ‘septic tank terpanjang’ yang dengan sesuka hati membuang limbah secara langsung ke kali tersebut. “Bahkan ada pelaku industri tertentu yang membuang limbah biologis usahanya ke Ciliwung” sambung Iwan lagi. Dari momentum ‘pencerahan’ itu, sayapun mulai menyadari bahwa pendapat kritis sarjana agama lulusan UIN Sunan Kalijaga itu sudah seyogyanya menjadi perhatian kita semua.

Berangkat dari hobi bertualang di alam bebas sedari remaja, kehidupan Iwan sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan kronik-kronik soal lingkungan hidup. Tidak cukup sekedar jadi penikmat dan hobbies kegiatan luar ruang, dari pengalamannya yang luas tentang gunung, sungai dan rimba serta kemampuan teknis dan wawasan yang sangat baik tentang kehidupan alam bebas membuat ia sering dipercaya menjadi SAR Mission Coordinator -bagian penting sebuah tim pencari dan penyelamat korban hilang- di hutan, gunung atau sungai-sungai, Iwan Firdaus tercatat pula sebagai instruktur ahli bagi TRC dan SRU (Search Rescue Unit).

Di mata Iwan Firdaus, sungai memiliki karakteristik yang cukup unik. Hampir seluruh peradaban agraris yang ada saat ini berawal dari keberadaan sebuah sungai. Dalam konteks ini, sungai berfungsi sebagai penyedia air bersih sehingga area di sekitar sungai cenderung memiliki ekosistemnya sendiri. Ekosistem sungai memiliki ketergantungan penuh terhadap kondisi sungai secara keseluruhan, mulai dari bagian hulu hingga hilir. Apa yang terjadi di bagian hulu akan memberi dampak pada ekosistem di bagian hilir sehingga sejatinya penataan sungai tidak dapat dibatasi oleh batas administratif tetapi lebih pada batasan ekologis. Semua kesimpulan tersebut bukan hanya dari literasi tekstual semata, namun juga diperoleh dari pengalaman langsung Iwan selama ‘sekolah di sungai’.

“Hah, ini kali Ciliwung ??” kata Iwan menirukan ungkapan salah satu konsumen rafting-nya setelah melihat hulu Ciliwung yang sangat jauh berbeda kondisinya dengan Ciliwung yang selama ini dikenal oleh si konsumen. Bisa jadi yang sering dilihatnya adalah Ciliwung hilir di Jakarta yang selalu mampat penuh sampah dan berbau pekat. Air sungai bening yang deras mengalir dan berkecipak di sela bebatuan ini memang seharusnya dipertahankan. Namun debit air sungai belakangan mulai turun, sumber mata air terpengaruh asupan air permukaan yang mulai terdesak pembangunan villa dan hotel di hulu Ciliwung. “Saya sering terpaksa mengangkat bebatuan sungai demi memperoleh trek rafting saat debit Ciliwung turun drastis” keluh Iwan, yang juga pengelola SOAR (Smile of Adventure River)-Rafting itu.


Kini tinggal bagaimana kita bisa memanfaatkan sungai, bahkan mencari makan daripadanya dengan tetap menjaga keberlangsungan ekosistem alaminya. Karena semua perlakuan kita pada alam, niscaya dampaknya akan kembali pada kita sendiri. Ternyata pengalaman dan interaksi adalah sumber inspirasi dan pembelajaran yang sangat berharga bagi manusia agar menjadi lebih arif dan bijak bersikap serta membuat keputusan. Belajar dari ‘bangku sekolah sungai’ seorang Iwan Firdaus, adalah satu contoh kecil yang mungkin bisa kita petik. ©sonny-2011

Komentar

Postingan Populer