Minuman Mahal dari Kotoran Hewan


Pada satu kesempatan, saya sempat beberapa hari singgah di rumah seorang kawan dekat yang tinggal di sebuah kawasan sejuk di lereng Gunung Ijen, masih termasuk dalam lingkungan perkebunan kopi Kalibendo di Banyuwangi, Jawa Timur. Di tengah bekapan hawa dingin pegunungan itu saya memperoleh suguhan secangkir kopi hangat yang sungguh nikmat. “Ini yang namanya kopi luwak yang asli, mas..” jelas kawan saya tadi. Sangat masuk akal bila di tempat itu tersedia kopi luwak -yang aslinya dikenal langka- mengingat kami saat itu memang berada di tengah sebuah perkebunan kopi tua peninggalan jaman Belanda yang dikelilingi hutan lindung sekitar Cagar Alam Kawah Ijen yang masih menjaga ekositem dan habitat flora-faunanya. Sayapun menyaksikan masih beberapa hewan yang disebut luwak itu berkeliaran di antara pepohonan di samping dan belakang komplek perumahan karyawan perkebunan.

Alkisah pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda ketika kopi menjadi komoditas utama di pasar Eropa sehingga pemerintah membuka banyak kebun kopi di berbagai daerah jajahan. Dari kebun-kebun kopi inilah pada masa itu secara kebetulan dijumpai banyak hewan sejenis musang (Paradoxurus hermaphrodite). Masyarakat setempat menamakannya sebagai luak atau luwak (Jawa), careuh (Sunda) atau di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Dalam Bahasa Inggris biasa disebut toddy cat, common musang, common palm civet, atau juga house musang. Sebagaimana sebutan nama latinnya, maka kehadiran luwak ini memang menjadi sebuah paradoks. Bagaimana tidak, bila binatang ini sesungguhnya merupakan hama yang memakan buah-buah kopi dari perkebunan tadi, akan tetapi justru dari makanan yang dimakannya ini mereka secara biologis akan menghasilkan kotoran yang turut menyertakan sejumlah biji-biji kopi pilihan yang kemudian menjadi sangat istimewa.

Hewan bernama Luwak itu memiliki kemampuan alamiah untuk memilihi dan hanya akan memakan biji kopi yang terbaik dan benar-benar matang -tentu ini melebihi kemampuan seorang tukang sortir kopi professional yang dipekerjakan di sebuah perkebunan kopi-. Setelah melalui proses pencernaannya maka hanya kulit daging buah kopi saja yang akan tercerna dan terserap, sementara biji kopi yang dilindungi kulit keras akan dikeluarkan bersama kotorannya. Nah, dari kotoran yang dikais inilah kemudian diperoleh sejumlah biji kopi yang telah terkupas dan terfermentasi secara alami. Biji-biji kopi demikianlah yang bagi sebagian kalangan –terutama penikmat kopi- memberikan aroma berbeda dan cita rasa yang sungguh spesial. Maka masyarakat lantas lebih mengenalnya dengan sebutan Kopi Luwak.

Kemashuran kopi luwakpun segera menyebar ke seluruh dunia. Dan keistimewaan yang dibawanya membuat kopi luwak memiliki tempat tersendiri sebagai kopi terbaik yang pernah ada di dunia. Tak terbayangkan bila kopi yang dikais dari kotoran hewan tersebut dapat mempunyai harga yang sangat tinggi –tiap kilogram kopi luwak dapat bernilai hingga 225 Dollar AS-. Konon di Amerika Serikat pun kini banyak kedai kopi yang khusus menyediakan kopi luwak (mereka menyebitnya civet coffee) dengan harga yang sangat mahal. Bahkan beberapa telah mengemasnya sebagai produk pabrikan yang dijual di supermarket-supermaket ternama. Meskipun hal ini pantas diragukan keasliannya, mengingat skala produksi yang dihasilkan kurang masuk akal bila dibandingkan pasokan bahan baku yang dapat tersedia. Atau, diartikan bagaimana mungkin dengan kemampuan biologis seekor luwak akan dapat memberikan kotoran yang cukup sebagai bahan baku untuk suatu produk manufaktur dengan skala industri. Berapa banyak luwak yang harus ‘dikerahkan’ sebagai ‘penyortir dan pengolah kotoran’ di kebun-kebun kopi ? Maka disini benar-benar dipahami bahwa kopi luwak akan merupakan ‘limited production’ dan menjadikannya sangat ekslusif.

Kopi Luwak asli saat ini yang sering dijumpai kebanyakan berasal dari Lampung. Dan di Indonesia beberapa perusahaan telah menjadikannya sebagai merek dagang -dengan berbagai macam versi nama- dan tersedia kedai-kedai ekslusif di beberapa mal terkemuka -Di Jakarta dapat dijumpai di Mal Atrium Senen atau di Mal Ciputra Grogol-. Bisakah anda bayangkan, betapa nikmatnya secangkir minuman yang mahal dari kotoran hewan ? ..Allah memang Maha Besar… © Sonny T Atmosentono-2009

Komentar

Postingan Populer