BELAJAR ECOHOUSING PADA KEARIFAN LOKAL NUSANTARA


Seiring dengan makin pedulinya banyak kalangan akan isu lingkungan dewasa ini sedikit membuat kita perlu merenungkan kembali pada kenyataan bahwa nenek moyang kita (sebagai orang timur) sejak lama telah memikirkan apa yang disebut-sebut (barat) sebagai Ecohousing. Ecohousing, pada dasarnya adalah rumah hunian yang berpegang pada prinsip bahwa sebuah rumah akan menerapkan pertimbangan Plan-Material-Tech yang ‘ramah lingkungan’.

Sedikit melihat bagaimana bumi nusantara yang kara ragam adat istiadat telah demikian lama menerapkan prinsip-prinsip dasar ecohousing tersebut. Pertama tentang PLANNING : Masyarakat Jawa telah mengenal prinsip perencanaan arsitektural Kawruh Kalang dan Kawruh Griya yang mengatur hal orientasi tapak bangunan (Site Orientation) hingga konstruksi dan aplikasinya. Atau orang Madura mengenal filosofi ‘mojur are’ yang mengatur arah bangunan untuk bersinergi dengan jalur lintasan matahari sehingga secara fisik akan memperoleh pencahayaan alami yang optimal serta kenyamanan huni atas aksen tropis lingkungannya. Dalam aspek Building Configuration, arsitektur lingkungan ‘Taneyan Lanjang’ (Madura) atau ‘Natar’ (Sasak, Nusatenggara), kearifan lokal menjelaskan pentingnya penataan dan bentukan massa bangunan secara fungsional. Baik mulai dari rencana fasad. pendenahan dan sistem utilitasnya.

Kedua, soal MATERIAL. Bangunan adat nusantara relatif memanfaatkan langsung dari ketersediaan alam. Namun tentu saja pengeksploitasian bahan alam ini telah melalui proses perenungan filosofis yang dalam. Satu hal sederharna, setiap kayu yang akan digunakan, haruslah dipilih dari pohon yang benar-benar tua. Selain karena sifat dan kekuatannya yang dibutuhkan secara konstruktif, hal ini adalah aplikasi ‘tebang pilih’ guna mempertahankan fungsi ekologis hutan. Bahkan secara adat, diberlakukan di beberapa daerah (suku) bahwa setiap menebang satu pohon diwajibkan menanam sejumlah pohon baru sebagai bagian dari upaya sustainbilitas vegetasi pohon tersebut. Pemilihan material alam yang ramah lingkungan ini jelas atas bahan yang mudah terurai secara organik. Aman bagi penggunaan manusia dan tidak mencemari lingkungannya, misal proses finishing pewarnaan bangunan yang sejauh itu belum menggunakan material sintetis.

Ketiga tentang TECHNOLOGY. Banyak hal yang terkait dengan aspek ini. Teknik konstruksi kayu yang menggunakan sistem pasak di setiap buhul memberi kehandalan konstruksi ‘swinging portal’ yang antisipatif terhadap gempa. Bangunan rumah panggung (missal : Rumah Gadang atau Tongkonan) meskipun mungkin tadinya dimaksud sebagai ikhtiar pengamanan huni, namun jelas dengan pola ini akan memberi ruang bagi tanah lahan sebagai bidang resapan. Hal yang justru sangat penting untuk ketersediaan air tanah bagi manusia.
Penghawaan pada rumah Joglo (Jawa) dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada rumah joglo paling pinggir, sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam, manusia masih merasakan hawa udara dari luar, namun saat manusia bergerak semakin ke tengah, udara yang dirasakan semakin sejuk, hal ini dikarenakan volume ruang di bawah atap, semakin ke tengah semakin besar.

Seperti teori yang ada pada fisika bangunan, Efek volume sebenarnya memanfaatkan prinsip bahwa volume udara yang lebih besar akan menjadi panas lebih lama apabila dibandingkan dengan volume udara yang kecil. Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa kembali mengalami perubahan, dari udara sejuk menuju udara yang terasa diluar ruangan. Dapat dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo, memperhatikan penyesuaian tubuh manusia pada cuaca disekitarnya. Hal sederhana yang ternya akan sangat menghemat energi listrik.

Konsep Ecohousing yang dimunculkan dari ‘barat’ ini boleh jadi adalah antithesis terhadap perkembangan teknologi bangunan modern yang sebelumnya telah digagas (juga) oleh mereka sendiri. Dan celakanya bagi kita ‘orang timur’ yang terbawa arus penerapan teknologi tersebut justru cenderung menafikan kearifan-kearifan yang digagas nenek moyang kita sendiri. Dan sekarang, ketika ‘isu lingkungan’ merebak dan ‘barat’ mencari solusinya.. kita seyogyanya harus ‘lebih ngerti’ untuk bisa menjawabnya. ©sonny atmosentono.2010.

Komentar

Postingan Populer